Pages

Shopping Online

Selasa, 08 Januari 2013

 kerusakan hutan di Indonesia



Sebagai komunitas tumbuhan, sebenarnya hutan alami tidak pernah stabil secara menyeluruh. Artinya, suatu jenis pohon akan mati atau tumbang setelah tahap klimaksnya, tetapi pohon ini akan segera digantikan oleh pohon yang satu tingkat dibawahnya. Demikian seterusnya sehingga terjadi siklus alamiah atau yang disebut dengan proses suksesi ekologi. Suksesi ekologi akan terjadi terus menerus secara berkesinambungan, tanpa campur tangan manusia.

Di Indonesia kerusakan hutan terutama disebabakan :
1)    System perladangan berpindah. System ini dilakukan oleh penduduk yang tinggal di kawasan atau di pinggir hutan. Pertanian yang mereka lakukan masih sederhana, yaitu dengan cara menebang pohon dan setelah kering dibakar. Tanah tidak diolah tetapi langsung ditanami. Tanah ini mereka manfaatkan hanya 3-4 tahun, kemudian ditinggalkan. Selanjutnya mereka membuka hutan baru, yang caranya sama dengan sebelumnya.
2)    Perambahan hutan. Perambahan hutan adalah pemanfaatan kawasan hutan secara illegal oleh masyarakat untuk digunakan sebagai lahan usaha tani dan atau permukiman. Umumnya perambahan hutan dilakukan masyarakat karena tekanan penduduk sehingga banyak penduduk yang tidak memiliki lahan. Tahun pertama dan kedua areal hutan yang dirambah atau dibuka mereka Tanami padi dan palawija.
3)    Pengusaha HPH (Hak Pengusaha Hutan). Pengusaha HPH merupakan penyebab kerusakan hutan terbesar karena mereka hanya mengejar keuntungan materi saja. Persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang mengatur pengusahaan hutan tidak mereka laksanakan sehingga kayu hutan dibabat habis. Hal ini terjadi, antara lain disebabkan oleh kurangnya pengawasan, mentalitas dan integrasi pengawas yang ‘’bobrok”, pengusaha kurang tanggung jawab, dan pengusah atidak peduli lingkungan.
4)    Bencana alam. Kerusakan hutan akibat bencana alam relative kecil, kecuali jika terjadi kebakaran hutan karena petir. Namun, kebakaran hutan karena petir jarang terjadi. Penyebab kebakaran hutan yang banyak terjadi adalah oleh ulah manusia. Bencana alam lainnya, seperti longsor dan badai,  biasanya tidak menyebabkan kerusakan hutan yang berarti karena terjadi pada luasan yang terbatas atau sempit.

Hutan bersama tumbuhan rendah dan serasah yang ada dibawahnya menyebabkan biota tanah berkembang dengan baik, tanah gembur dan subur.  Dengan kondisi ini, walaupun terjadi hujan, aliran permukaan (runoff) kecil karena infiltrasi tinggi. Kerusakan hutan akan meningkatkan aliran permukaan, erosi , sedimentasi,. Erosi mengakibatkan terjadinya penurunan kesuburan tanah di tempat terjadinya erosi. Di daerah hilir,erosi dan sedimentasi mengakibatkan pendangkalan sungai, waduk,  dan pantai, serta pencemaran perairan oleh bahan-bahan yang terbawa aliran permukaan (padatan tersuspensi dan terlarut). Pendangkalan mengakibatkan frekuensi banjir meningkat dan mengurangi umur waduk.
Pencemaran mengakibatkan ganguan terhadap biota air, menurunya nilai estetika waduk, danau, dan atau pantai sehingga fungsinya sebagi tempat pariwisata juga berkurang, sebagai indicator hutan telah rusak adalah:
1)     Tingginya kandungan lumpur atu sedimentasi di sungai, waduk, danau, atau pantai.
2)    Banjir pada musim hujan dan kekurangan air pada musim kemarau.
3)    Fluktuasi debit air sungai yang besar antara musim hujan dengan musim kemarau, serta
4)    Makin sering gangguan satwa liar terhadap permukiman dan usaha tani penduduk sekitar hutan.

Hutan tropic basah merupakan hutan hutan yang tanahnya “subur” dan mendapat penyinaran matahari secara merata sepanjang tahun. Akan tetapi , “subur”disini sebenarnya mengandung makna yang rentan karena begitu hutan terganggu atau rusak  maka kesuburan tanah akan hilang. Hal ini terutama disebabkan curah hujan yang tinggi sehingga pencucian unsure hara dan erosi juga tinggi. Penurunan kesuburan tanah yang cukup tajam mengakibatkan pemulihan hutan yang rusak sangat lambat.
    Kerusakan hutan di Indonesia menjadi perhatian masyarakat internasional karena  dengan kawasan hutan yang begitu luas (142,3 juta ha), juga berperan sebagai “paru-paru dunia”, melalui fotosintesis, hutan menyerap karbon di oksida (CO2)dan sebagi sumber oksigen (O2) bagi makhluk hidup.

Untuk menanggulangi kerusakan hutan yang dilakukan pemerintah tergantung pada apa penyebabanya. Kerusakan yang disebakan oleh peladang berpindah di upayakan pemulihannya dengan membina masyarakat peladang berpindah menjadi petani menetap. Kerusakan oleh perambah hutan ditanggulangi dengan transmigrasi, baik secara local maupun transmigrasi umum. Selanjutnya dilakukan pengawasan perambah menurut ketentuan yang berlaku.

Pemerintah juga sudah lama melakukan penanggulangan kerusakan hutan melalui kegiatan penghijauan dan reboisasi. Disamping itu, dikawasan  hutan produksi juga dikembangkan  Hutan Tanaman Industri (HTI). HTI merupakan hutan tanaman yang dibangun sebagai satuan usaha komersial, yang secara ekonomis dapat mandiri untuk menghasilkan bahan baku industry perkayuan. Misi dan tujuan HTI adalah untuk meningkatkan produktivitas kawasan hutan sehingga dapat menunjang kebutuhan bahan baku industry perkayuan.

Untuk mencegah kerusakan hutan produksi yang di usahakan oleh pemegang HPH, pemegang HPH harus menerapkan system silvikultur, dengan cara sebagai berikut:
1)    Pada tahap awal pemegang HPH wajib mempersiapkan persemaian dari jenis-jenis kayu komersial (berasal dari biji atau dari permudaan alam).
2)    Pohon yang boleh di tebang adalah jenis komersial dengan diameter setinggi dada sebesar 50cm
3)    Dalam satu ha hutan yang ditebang, harus ditinggalkan 50 pohon  dengan diameter setinggi dada lebih dari 35cm yang tersebar secara merata. Dengan perhitungan rotasi tebang selama 35 tahun dsn tisp tshunsn 1cm, maka pada saat pohin rotasi berikutnya aakn tersedia paling sedikit 25 pohon berdiameter 70cm.
4)    Pada areal bekas tebangan yang kurang tersedia permudahan jenis komersial, dilakukan penanaman sulam atau pengayaaan dari permudahan atau persemaian yang telah disiapkan sebelumnya. Pengayaaan ini dilakukan di areal yang permudaannya kurang, areal terbuka bekas jalan ttraktor, jalan rel, dan areal bekas pengumpulan kayu.

 Dengan menerapkan system silvikultur  tersebut, maka regenerasi hutan akan berlangsung dengan baik. Akan tetapi dalam kenyataannya di lapangan banyak terjadi penyimpangan yang menyebabkan kerusakan hutan dan llingkungan makin parah. Di samping menerapkan system silvikultur, pemegnag HPH juga di wajibkan mengelola hutan dengan melakukan hal-hal berikut :
1.    Membuat Rencana Karya Pengusahaan Hutan (RKPH) jangka panjang, rencana karya lima tahun, dan rencana karya tahunan.
2.    Melaksanakan sendiri kegiatan pengusahaan hutan.
3.    Memulai kegitan secara nyata di lapanhgan selambat-lambatnya 180 hari setelah di keluarkan surat keputusan HPH serta ada kegiatan berkesinambungan selama jangka waktu HPH.
4.    Membangun sarana dan prasarana social, dan pengusahaan hutan yang memadai.
5.    Melaksanakan tata batas dan penataan hutan
6.    Menyediakan tenaga ahli dan tenaga teknis kehutanan yang memadai, serta mentaati ketentuan di bidang perburuhan
7.    Membayar iuran HPH, Iuraan Hasil Hutan (IHH), Dana reboisasi (DR), dan kewajiban yang ditentukan oleh Pemerintah
8.    Mendirikan industri hasil hutan yang telah ditetapkan atau terkait dengan industri lain sesuai ketentuan
9.    Melakukan penebangan dengan benar dan penanaman pada areal yang kosong
10.    Bertanggung  jawab atas perlindungan dan keamanan hutan pada areal kerjanya.
11.    Melakuakan analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
12.    Tidak memindahtangankan HPH dalam bentuk apapun kepada pihak lain, tanpa persetujuan Menteri Kehutanan
13.    Melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi HPH
Untuk mencegah erosi di areal tebuaka dan tanah miring bekas tebangan, pemegang HPH membuat parit-parit horizontal. Demikian juga areal bekas tebangan harus diamankan oleh pemegang HPH sehingga tidak tejadi perambahan, penggembalan atau perladangan.

Untuk meningkatkan kepedulian social HPH terhadap masyarakat yang hidup di dalam atau di sekitar hutan, dilakukan melalui program HPH Bina Desa. Program HPH Bina Desa merupakan upaya yang dilakukan pemegang HPH untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan wilayah kerjanya. Program ini mencakup kegiatan pertanian menetap, peningkatan ekonomi, pengembangan sarana dan prasarana umum, pengembangan social budaya, serta lingkungan.
Contoh Hutan di Indonesia  

 Hutan mangrove (payau) dibahas secara khusus karena habitatnya yang khas dan hampir semua di semua daerah mengalami kerusakan. Di Indonesia, hutan mangrove atau  hutan bakau kurang lebih seluas 4,2 juta ha. Hutan mangrove adalah hutan yang terdiri dari pohon-pohon besar dan tumbuhan perdu. Vegetasi mangrouve merupakan masyarakat tumbuhan halofit (hidup dengan pengaruh garam) yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.  Factor ekologis yang menentukan komposisi vegetasi hutan mangrove adalah frekuensi air laut tergenang secara tetap, endapan lumpur atau pasir, dan pencampuran antara air laut dengan air sungai di muara. Dengan kondisi yang sepesifik ini, hutan mangrove berperan penting dalam stabilitas ekosistem pantai dan pesisir.

    Hutan mangrove biasanya di dominasi oleh tumbuhan dari genus rhizopora bruguira, avicennia, exylocarpus, nypa fruticans, dan sonneratia. Hutan mangrove berfungsi untuk:
a)    Melindungi pantai dari abrasi gelombang laut
b)    Mencegah terjadinya intrusi air laut
c)    Sumber nutrisi dan habitat bagi biota laut
d)    Habitat satwa liar
e)    Tempat berkenbang biaknya berbagai biota laut
f)    Penahan angin laut
g)    Sumber kayu secara terbatas, jika dikelola dengan asas pelestarian.
Secara alamiah hutang mangrove akan menghasilkan bahan organic berupa serasah, yang menjadi sumber unsure hara penting bagi peningkatan kesuburan perairan pantai. Disamping itu, hutan mangrove melindungi pantai dari sinar matahari sehingga menunjang pertumbuhan dan perkembangan biota laut yang masih muda.

Hutan mangrove dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, tetapi harus dilakukan dengan asas pelestarian. Pemanfaatan kawasan pantai memang harus ditertibkan sehinggga kerusakan dan dampaknya dapat ditekan seminimal mungkin. Kawasan pantai yang perlu dikelola dengan baik bukan hanya hutan bakau, tetapi juga sempadan pantai. Kawasan pantai berhutan bakau didefinisikan sebagai kawasan pesisisr laut yang merupakan habitat hutan bakau yang berfungsi memeberi perlindungan kepada peri kehidupan pantai dan lautan. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanajang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai.

Pemanfaatan hutan mangrove yang berasaskan pelestarian fungsi hutan mangrove, yaitu dengan tetap mempertahankan sebagian hutan mangrove sebagai sabuk atau jalur hijau minimal selebar 200m. makin lebar sabuk hijau, fungsi hutan mangrove juga semakin baik. Dengan adanya jalur hujau ini, maka kerusakan pantai, usaha tambak udang, atau kegiatan lainnya oleh gelomabang laut dapat dicegah. Di samping itu, fungsi hutan mamngrove ynag lain juga dapat berlangsung dengan baik dan lestari.

Hutan mangrove yang rusak atau digunakan untuk kepentinagn lain mengakibatkan hilangnya fungsi huatn mangrove. Kerusakan hutan mangrove dapat disebabkan :
1)    Dimanfaatkan menjadi usaha pertambakan, baik tambak traditional mupun tambak modern.
2)    Dimanfaatkan untuk usaha pertanian
3)    Pengambilan kayu secara tidak terkendali untuk keperluan rumah tangga, arang, dan industry perkayuan.
4)    Pencemaran perairan. Contoh kerusakan hutan mangrove akibat pencemaran perairan terjadi di pantai Desa Curahsawu, Purbolinggo, Jawa Timur. Perairan pantai ini tercemar oleh limbah pantai pabrik gula berupa ampas tebu tersebut mengendap di sekitar perakaran hutan mangrove sehingga pertumbuhannya terganggu, bahkan dapat mematikan. Selain itu, pencemaran perairan tersebut juga menyebabkan gangguan terhadap biota perairan, seperti udang, kepiting, dan ikan di sekitar hutan mangrove sehingga hasil tangkapan nelayan menurun secara drastis.

Kerusakan hutan mangrove terbukti telah memberikan dampak yang fatal terhadap lingkungan, seperti contoh kasus berikut :
1.    Dampak nyata pemanfaatan hutan mangrove yang tidak terkendali adalah tengggelamnya Pulau Tapak Kuda, Kecamatan Tanjungpura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Sebelum tenggelam, pantai pulau seluas 200 ha ini ditumbuhi oleh hutan mangrove dan dihuni oleh 115 KK nelayan. Industri arang kayu yang marak pada tahun 1980-an mengakibatkan penduduk memanfaatkan kayu hutan mangrove menjadi arang. Akhitnya, pada tahun 1991 hutan habis dan berubah hamparan lumpur dan pasir sehingga penduduknya terpaksa meninggalkan pulau tersebut. Secara perlahan dan pasti, Pualu Tapak Kuda tengggelam akibat abrasi gelombang lautSelat Malaka dan pasang surut air laut.
2.    Di pantai timur Provinsi Lampung, kurang lebih seluas 2.000 ha hutan mangrove telah berunah fungsi menjadi tambak udang. Pada awalnya perusakan hutan mangrove dimulai dengan pemanfaatan kayunya menjadi arang oleh penduduk. Selanjutnya, sejak tahun 1985 hutan mangrove tersebut berubah menjadi tambak udang tradisional atau semi modern karena harga udang yang cukup menggiurkan. Pemanfaatan hutan mangrove menjadi tamabk udang ini tanpa upaya meninggalkan sebagian hutan disini, sejak tahun 1990 penduduk mulai mersakan dampak perusakan hutan mangrove tersebut. Tambak udang yang berbatasan dengan laut dengan mudah tenggelam atau hilang oleh abrasi gelombang laut, pemukiman penduduk dan fasilitas social sudah ada yang tengggelam oleh gelombang laut, serta intrusi air telah terjadi sampai sejauh 300m kearah daratan.

Terjadinya kerusakan hutan disebabkan oleh system perladangan berpindah, perambahan hutan, pengusaha HPH, dan bencana alam. Dari kerusakan hutan yang terjadi mempunyai dampak yang cukup besar yang dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan aliran permukaan, erosi dan sedimentasi.

Untuk menanggulangi kerusakan hutan yang terjadi dapat dilakukan dengan cara melihat apa penyebabnya sehingga dapat di cari solusi yang tepat. Misalnya, kerusakan yang disebabkan  oleh peladangan berpindah, diupayakan pemulihannya dengan membina masyarakat peladang berpindah menjadi petani menetap.

Salah satu contoh hutan di Indonesia adalah hutan mangrove, hutan ini sangat berperan penting dalam stabilitas ekosistem pantai dan pesisir. Sehingga, apabila terjadi kerusakan hutan mangrove memberikan dampak yang fatal terhadap lingkungan.








   


DAFTAR PUSTAKA

Manik, Karden Eddy Sontang.2007.Pengelolaan Lingkungan Hidup.Djambatan.Jakarta.
Arifin, Bustanul.2001.Pengelolaan Sumberdaya Alam Indonesia.Erlangga.Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar